LAPORAN PRAKTIKUM FLUIDA
UJI KERENYAHAN KERUPUK
1.
Siti Syamsiah (12030654055)
2.
Nuriska Ela Safitri (12030654057)
3.
Nur Indah Kurniawati (12030654208)
4.
Dina Liswati (12030654232)
5.
Nur Laili Suci Angraeni (12030654234)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
Mei, 2014
UJI KERENYAHAN KERUPUK
ABSTRAK
Kami telah
melakukan percobaan uji kerenyahan kerupuk pada hari Senin tanggal 12 Mei 2014
di Laboratorium Pendidikan Sains FMIPA Unesa. Tujuan dari percobaan ini adalah
mengidentifikasi pengaruh jenis kerupuk terhadap kerenyahan kerupuk. Metode
dari percobaan ini adalah pertama dengan mengukur massa awal kerupuk, kemudian
kerupuk diletakkan di atas penyangga yang terletak di atas neraca digital lalu
di tekan dengan alat tekan sampai patah dan dihitung massa kerupuk yang telah
patah. Variabel manipulasi pada percobaan ini adalah jenis dari kerupuk yang
diuji, sedangkan variabel yang dikontrol adalah luas penekan alat penekan, neraca
digital dan massa penyangga, dan variabel responnya adalah kerenyahan dari
kerupuk. Hasil dari percobaan ini adalah terbukti bahwa perbedaan jenis kerupuk
mempengaruhi kerenyahan kerupuk.
Kata
kunci : kerenyahan, kerupuk
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kerupuk
merupakan salah satu produk pangan yang berasal dari Indonesia, terbuat dari
tepung tapioka (pati), dicampur dengan bahan tambahan pangan dan dilakukan
penggorengan dengan minyak sebelum disajikan. Sajian kerupuk yang diinginkan
adalah yang renyah, artinya mudah patah saat digigit. Pati berperan dalam
proses gelatinisasi dan berpengaruh terhadap volume pengembangan yang merupakan
salah satu mutu kerupuk yaitu semakin besar volume pengembangan maka mutu
kerupuk tersebut makin baik. Dalam praktikum yang akan dilakukan kali ini, kami
menggunakan jenis kerupuk sebagai pengaruh kerenyahan atau elastisitas kerupuk.
Kerupuk mempunyai elastisitas yang mempunyai batas elastisitas itu sendiri.
Artinya, kerupuk bisa patah ketika kerupuk tersebut diberi gaya tertentu sampai
mencapai titik patah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas kami merumuskan sebuah masalah yaitu bagaimana pengaruh
lama proses idle antara pengolahan
dan penyajian terhadap elastisitas spageti?
C.
Tujuan Percobaan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas tujuan percobaan atau eksperimen ini adalah
mengidentifikasi pengaruh jenis kerupuk terhadap kerenyahan kerupuk.
D.
Hipotesis
Jika jenis
kerupuk berbeda, maka berpengaruh terhadap kerenyahan kerupuk.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk dapat
mengembalikan keadaan awalnya, segera setelah gaya yang diberikan pada benda
dihilangkan. Benda elastis adalah benda yang dapat kembali ke bentuk awal,
setelah gaya yang diberikan pada benda dihilangkan.
Contoh benda elastis: karet, pegas, baja, kayu.
Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan dengan perubahan bentuk adalah
pertambahan panjang. Gaya yang diberikan juga memiliki batas-batas tertentu
yang disebut batas prposional atau daerah elastik yang kurvanya merupakan garis
lurus, grafik dapat dilihat di samping. Setelah titik ini, grafik menyimpang
dari garis lurus, dan tidak ada satu hubungan sederhana antara F dan ΔL.
Meskipun demikian, sampai suatu titik yang lebih jauh sepanjang kurva yang
disebut batas elastik, benda akan kembali ke panjangnya semula jika gaya
dilepaskan. Daerah dari titik awal ke batas elastik disebut daerah elastic.
Jika benda direnggangkan melewati batas elastic, ia memasuki dareah plastik
benda tidak akan kembali ke panjang awalnya ketika gaya eksternal dilepaskan,
tetapi tetap berubah bentuk secara permanen (seperti melengkungnya klip
kertas). Perpanjangan maksimum dicapai pada titik patah. Gaya maksimum yang
dapat diberikan tanpa benda tersebut patah disebut kekuatan ultimat dari materi
tersbut. Sebuah karet bisa putus jika gaya tarik yang diberikan sangat besar,
melawati batas elastisitasnya. Demikian juga sebuah pegas tidak akan kembali ke
bentuk semula jika diregangkan dengan gaya yang sangat besar. Jadi benda-benda
elastis tersebut memiliki batas elastisitas.
Besarnya pertambahan panjang sebuah benda tidak
hanya bergantung pada gaya yang diberikan padanya, tetapi juga pada bentuk
materi pembentuk dan dimensinya. Yaitu, konstanta k dapat dinyatakan dalam faktor-faktor tersebut. Jika kita
membandingkan batang yang dibuat dari materi yang sama tetapi dengan panjang
dan penampang lintang yang berbeda, ternyata untuk gaya yang sama, besarnya
regangan sebanding dengan panjang awal dan berbanding terbalik dengan luas
penampang lintang. Yaitu makin panjang benda, makin besar pertambahan
panjangnya untuk suatu gaya tertentu dan makin tebal benda tersebut, makin
kecil pertambahan panjangnya.
Regangan (strain) adalah perbandingan antara
pertambahan panjang L terhadap panjang mula-mula (Lo). Regangan dinotasikan
dengan ‘e’ dan tidak mempunyai satuan. Dirumuskan sebagai berikut : e = ΔL/Lo
B.
Kerupuk
Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang
berasal dari Indonesia, terbuat dari tepung tapioka atau pati sagu (Yu, 1991),
dicampur dengan bahan tambahan pangan dan dilakukan penggorengan dengan minyak
sebelum disajikan. Bahan dasar tersebut pada umunya memiliki kualitas gizi yang
kurang baik terutama pada kandungan protein, sehingga diperlukan penambahan
bahan lain yang tinggi protein untuk meningkatkan nilai gizinya (Kusharto,
1982). Penambahan bahan tersebut juga dapat meningkatkan citarasa produk
kerupuk (Rahardjo dan Haryadi, 1997). Beberapa bahan yang biasa ditambahkan
dalam pembuatan kerupuk antara lain lumatan ikan laut, ikan nila, udang, telur,
dan lainnya (Budiman, 1985; Yu, 1991; Julianty et al., 1994; Yu et al.,
1994; Rahardjo dan Haryadi, 1997).
Penambahan bahan non pati yang suka mengikat air
dapat menyulitkan proses pemasakkan pati (Chinachoti et al., 1991)
karena denaturasi protein akan menurunkan kemampuan mengikat air (Kropf dan
Bowers, 1992). Makin banyak bahan non protein yang ditambahkan, maka akan
semakin cepat pemasakkan pati (Rahardjo dan Haryadi, 1997). Tingkat kematangan
adonan pati mempengaruhi pengembangan pada hasil akhir dan akibatnya akan
mempengaruhi kerenyahan (Haryadi, 1994). Semakin banyak penambahan bahan non
pati, maka akan semakin nikmat secara organoleptik. Namun di sisi lain,
penambahan bahan non pati akan menurunkan pengembangan kerupuk pada saat
pematangan yang mempengaruhi pada tingkat kerenyahannya (Haryadi et al.,
1989). Padahal, kerenyahan merupakan penentu utama tingkat penerimaan kerupuk
(Yu et al., 1981). Pembuatan kerupuk melalui beberapa tahapan, yaitu
pembuatan adonan, pengukusan gelondong adonan, pendinginan, pengeringan, dan
proses pematangan (Rahardjo dan Haryadi, 1997; Topan, 2008; Miyatani, 2008).
Proses pematangan yang biasa dilakukan dalam pembuatan kerupuk adalah dengan
proses penggorengan menggunakan teknik deep frying (Topan, 2008;
Miyatani, 2008).
Namun saat ini, penggunaan minyak goreng sebagai
media pematangan bahan pangan mulai dikaji kembali karena menyimpan resiko yang
cukup besar pada kesehatan. Konsumsi lemak yang tidak berimbang dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit berbagai degeneratif (Winarno, 1992;
Elisabeth, 1997; Tambunan et al., 1997). Oleh karena itu, pematangan
kerupuk dapat dilakukan menggunakan teknik microwave yang relatif lebih
sehat karena tidak menggunakan lemak dalam proses pematangannya.
1.
Sifat kerupuk
Kerupuk tapioka mempunyai kandungan protein yang
rendah. Hal ini dikarenakan kadar protein bahan baku yang digunakan (tepung
tapioka) rendah. Penambahan ikan, tepung udang, dan sumber protein lainnya pada
adonan kerupuk diharapkan akan meningkatkan kandungan protein kerupuk yang
dihasilkan. Pembuatan adonan merupakan tahap penting dalam pembuatan kerupuk
mentah. Adonan dibuat dengan mencampurkan bahanbahan utama dan bahan-bahan
tambahan yang diaduk hingga diperoleh adonan liat dan homogen (Wijandi et al.,
1975). Kerupuk memiliki tekstur berongga dan renyah. Hal ini merupakan salah
satu mutu dari kerupuk. Sifat renyah pada produk kerupuk dan crackers berpengaruh
terhadap kualitas produk pangan dan berperan dalam metode penyimpanan suatu
produk pangan (Wairakartakususmah et al., 1989). Sifat kerupuk mudah
melempem, hal ini berkaitan dengan kelembapan udara lingkungan dan tingkat
penyerapan air pada produk kerupuk. Kelembapan udara di Indonesia yang relatif
tinggi (80%-90%) memacu teknologi pembentukan bahan pengemas yang tahan kondisi
lingkungan sesuai dengan produk bahan yang dikemas (Setyawan, 1999). Bahan
pengemas tahan uap air dan udara yang sering digunakan untuk produk kerupuk
adalah plastik, kaleng, dan gelas (Syarief dan Halid, 1993).
2. Bahan
baku kerupuk
a.
Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi
kayu (manihot utilisima) yang telah mengalami proses pencucian dan
dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan. Tepung tapioka memiliki
granula yang unik yang merupakan sifat khas yang membedakan tepung tapioka
dengan tepung-tepung yang lain (Winarno, 1992). Tepung tapioka akan berwarna
jernih apabila membentuk pasta, mempertinggi mutu penampilan dari produk akhir,
dan memiliki suhu gelatinisasi yang rendah. Titik gelatinisasi tepung tapioka
terjadi pada suhu 60.3-69.5 0C dengan waktu 2 menit 10 detik hingga
5 menit 46 detik (Maarif, 1984).
b.
Gula
Gula adalah suatu istilah umum yang sering digunakan
pada setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri
pangan biasanya dinyatakan sebagai sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau
tebu (Buckle et al., 1987). Penggunaan gula pada produk pangan
berprotein dapat menyebabkan reaksi browning atau pencoklatan karena
adanya reaksi antara gugus asam amino bebas seperti amin, asam amino, peptida,
dan protein dengan komponen karbonil yaitu partikel gula preduksi pada gula
(Fayle dan Gerard, 2002: Murthy, 2003). Penggunaan gula pada bahan pangan
bermanfaat terhadap peningkatan kualitas sensori terutama flavor (Reineccius,
1994). Penggunaan gula juga berpengaruh terhadap penurunan aktivitas air bahan
pangan (Buckle et al., 1987). Penambahan gula berpengaruh terhadap
kekentalan gel. Gula dapat menurunkan kekentalan gel karena gula dapat mengikat
air, sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat sehingga
menyebabkan suhu gelatinisasi menjadi lebih tinggi. Keuntungan penggunaan gula
adalah gel yang terbentuk lebih tahan terhadap kerusakan mekanik (Winarno,
1992).
c. Garam
Garam (NaCl)
sebagai bahan tambahan pangan berperan dalam menambah cita rasa produk akhir.
Garam memperngaruhi Aw dari bahan karena menyerap air sehingga sehingga Aw akan
turun (Buckle et al., 1987). Penggunaan gula akan mereduksi penggunaan
garam untuk setiap penambahan gula (Reineccius, 1994).
d.
Air
Air (H2O) adalah
komponen penting dalam produk pangan karena dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi
pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang
diinginkan (Winarno, 1992). Jumlah air yang ditambahkan dalam adonan kerupuk
dapat mempengaruhi tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak, dan kerenyahan
produk akhir (Wiriano, 1984). Air dan penggunaan suhu tinggi dapat berpengaruh
pada kecepatan reaksi dan kecepatan pelarutan bahan (Graham, 2000).
e.
Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum L.) mempunyai
bau yang kuat, rasa yang tajam, dan bereaksi secara enzimatis membentuk allicin
(C3H5-SS-C3-H5), yang memecah
alil disulfida. Alil disulfida merupakan karakteristik bau khas bawang putih.
Kandungan lain pada bawang putih yang menentukan aroma adalah 20% dialil
trisulfida, 6% alil propil disulfida, sejumlah kecil dietil sulfida, dialil
polisulfida, alinin dan alisin (Farrel, 1990).
f.
Bahan pengembang (baking powder)
Secara umum komposisi baking powder terdiri
atas asam (acidic agents) dan natrium bikarbonat (NaHCO3).
Mekanisme kerja dari baking powder adalah apabila kontak dengan air dan
panas akan bereaksi membentuk CO2 yang dapat mengontrol pengembangan
volume adonan (Graham, 2000). Volume gas bersama udara dan uap air yang
terperangkap dalam adonan akan mengembang sehingga diperoleh suatu struktur
berpori (Winarno, 1992).
3.
Pengolahan kerupuk
a.
Pembuatan adonan
Tahap pembuatan adonan merupakan tahap awal yang
sangat penting. Fakor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan adonan adalah
kehomogenan bahan. Pengadonan berpengaruh terhadap daya kembang produk
(Lavlinesia, 1995).
b.
Pengukusan
Proses pengukusan dilakukan setelah adonan mentah
dicetak. Pengukusan berguna untuk menggelatinisasikan adonan sehingga dapat
membentuk tekstur yang kompak. Pengukusan yang terlalu lama dapat menyebabkan
air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak sehingga proses pengeringan
dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang setengah matang
menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan akan menghambat
pengembangan kerupuk (Elyawati, 1997). Menurut Djumali et al. (1982),
adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta
teksturnya kenyal. Lama pengukusan tergantung dari bentuk adonan yang dicetak.
Elyawati (1997) menjelaskan pengukusan adonan yang baik dalam bentuk silinder
berukuran diameter ±5 cm adalah 25 menit pada suhu 100-110ºC.
c.
Pendinginan dan pengirisan
Pendinginan adonan dilakukan setelah proses
pengukusan. Pendinginan adonan akan menghasilkan tekstur kerupuk yang padat
sehingga pengirisan mudah dilakukan. Proses pendinginan dapat dipercepat dengan
menggunakan refrigerator (Wiriano, 1984). Pengirisan adonan dapat
dilakukan menggunakan pisau atau slicer dengan ketebalan 2-3 mm.
Pengirisan dengan ukuran seragam berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas
kerupuk setelah penggorengan (Wiriano, 1984).
d.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan menguapkan sebagian besar uap air
melalui penggunaan energi panas sehingga terjadi penurunan kadar air
(Wiratakusumah et al., 1989). Pengurangan kadar air menyebabkan
kandungan senyawa bahan pangan seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral
menjadi lebih tinggi, namun vitamin dan zat warna pada umumnya kan rusak dan
menurun (Winarno, 1993). Prinsip pengeringan dengan oven listrik adalah dengan
sistem pindah panas secara konveksi yaitu adanya perpindahan massa zat berupa udara
panas yang ditiupkan melalu pemanas (heater) sebagai sumber panas
(Fellow, 1990). Keuntungan dari sistem pengeringan adalah bahan menjadi lebih
awet, volume bahan menjadi lebih ringkas sehingga memudahkan distribusi produk,
menghemat ruang pngangkutan dan pengemasan, serta bahan menjadi lebih ringan
sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih murah. Kerugiannya adalah sifat bahan
asal menjadi berubah seperti bentuk, sifat fisik dan kimis, serta penurunan
mutu (Wiratakusumah et al., 1989).
e.
Penggorengan
Penggorengan adalah proses penyiapan produk pangan
secara cepat menggunakan lemak atau minyak pangan (Shahidi et al.,
1997). Makanan yang digoreng tidak saja menjadi matang tetapi cukup tinggi
suhunya sehingga menjadi coklat dan menghasilkan komponen flavor volatil
sebagai hasil reaksinya (Fayle dan Gerard, 2002).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A.
Rancangan Percobaan
Gambar
2. Rancangan Percobaan Uji Kerenyahan Kerupuk
B.
Alat dan Bahan
1.
Alat
a)
Neraca digital 1 buah
b)
Balok kayu 1 buah
c)
Mistar 1 buah
2.
Bahan
a)
Kerupuk ikan
b)
Kerupuk cabai
c)
Kerupuk serai
d)
Kerupuk ikan +
udang
e)
Kerupuk udang
C.
Variabel Pecobaan
Variable
manipulasi : jenis kerupuk
Variable terikat
: kerenyahan (tegangan
puncak)
Variable kontrol
: luas penampang alat tekan
dan neraca, massa penyangga
D.
Prosedur Percobaan
1.
Alur Perocbaan
2.
Langkah Percobaan
Pertama-tama
merakit peralatan sesuai dengan gambar pada rancangan percobaan, lalu menimbang
penyangga pada neraca. Setelah itu meletakkan kerupuk di atas penyangga.
Selanjutnya, menekan kerupuk dan penyangga dengan alat penekan hingga patah.
Kemudian mengamati massa kerupuk saat patah. Mengurangi massa akhir saat
kerupuk patah dengan massa kerupuk dan massa penyangga lalu mencatat perubahan
massa kerupuk. Setelah itu mengulangi langkah tersebut untuk kerupuk lainnya
dan menghitung tegangan tiap kerupuk serta mencatat hasilnya ke dalam tabel
hasil pengamatan.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
A.
Data
Mpenyangga (M±0,1) gr =
348,8
A= p.l = 2,156 x 10-3
No.
|
Jenis Kerupuk
|
M0(M0±0,1)gr
|
Mt(Mt±0,1)gr
|
∆M(gr)
|
F=∆M.g (N)
|
σ = F/A (N/
m2) |
1.
|
Kerupuk
ikan
|
1,2
|
6,1
|
4,9
|
4,9 x 10-2
|
22,73
|
2.
|
Kerupuk
cabai
|
1,2
|
9,1
|
7,9
|
7,9 x 10-2
|
36,64
|
3.
|
Kerupuk
sereh
|
1,3
|
7,3
|
6,0
|
6,0 x 10-2
|
27,83
|
4.
|
Kerupuk
ikan + udang
|
1,4
|
4,2
|
2,8
|
2,8 x 10-2
|
12,99
|
5.
|
Kerupuk
udang
|
1,7
|
3,0
|
1,3
|
1,3 x 10-2
|
6,03
|
B.
Analisis
Pada percobaan
uji kerenyahan yang telah dilakukan massa penyangga (Mpenyangga)
sebesar 348,8 gr dengan luas penampang (A) sebesar 2,156x10-3. Pada
percobaan pertama jenis kerupuk yang digunakan adalah kerupuk ikan diperoleh
massa awal (M0) sebesar 1,2 gr dan massa akhir (Mt)
sebesar 6,1 gr sehingga diperoleh ∆M sebesar 4,9 gr. Pada jenis kerupuk ikan
ini diperoleh gaya (F) sebesar 4,9x10-2 N dan σ sebesar 22,73 N/m2.
Pada uji
kerenyahan jenis kerupuk yang kedua adalah kerupuk cabai diperoleh massa awal
(M0) sebesar 1,2 gr dan massa akhir (Mt)
sebesar 9,1 gr sehingga diperoleh ∆M sebesar 7,9 gr. Pada jenis kerupuk cabai
ini diperoleh gaya (F) sebesar 7,9x10-2 N dan σ sebesar 36,64 N/m2.
Pada uji
kerenyahan jenis kerupuk yang ketiga adalah kerupuk sereh diperoleh massa awal (M0)
sebesar 1,3 gr dan massa akhir (Mt) sebesar 7,3 gr sehingga
diperoleh ∆M sebesar 6,0 gr. Pada jenis kerupuk sereh ini diperoleh gaya (F)
sebesar 6,0 x 10-2 N dan σ sebesar 27,83 N/m2.
Pada uji
kerenyahan jenis kerupuk yang keempat adalah kerupuk ikan+udang diperoleh massa
awal (M0) sebesar 1,4 gr dan massa akhir (Mt)
sebesar 4,2 gr sehingga diperoleh ∆M sebesar 2,8 gr. Pada jenis kerupuk sereh
ini diperoleh gaya (F) sebesar 2,8 x 10-2 N dan σ sebesar 12,99 N/m2.
Pada uji
kerenyahan jenis kerupuk yang kelima adalah kerupuk udang diperoleh massa awal
(M0) sebesar 1,7 gr dan massa akhir (Mt)
sebesar 3,0 gr sehingga diperoleh ∆M sebesar 1,3 gr. Pada jenis kerupuk sereh
ini diperoleh gaya (F) sebesar 1,3 x 10-2 N dan σ sebesar 6,03 N/m2.
Jadi, jenis kerupuk berpengaruh terhadap kerenyahan kerupuk.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan uji kerenyahan yang telah dilakukan,
Pada kerupuk ikan diperoleh σ sebesar 22,73 N/m2. Pada kerupuk cabai diperoleh
σ sebesar 36,64 N/m2. Pada kerupuk sereh diperoleh σ sebesar 27,83 N/m2. Pada
kerupuk ikan+udang diperoleh σ sebesar 12,99 N/m2. Pada kerupuk udang diperoleh
σ sebesar 6,03 N/m2. Pada hal ini dapat diartikan dari hasil analisis, semakin
kecil hasil σ pada kerupuk, makan kerupuk tersebut semakin renyah, dan
sebaliknya. Pada hasil percobaan yang dilakukan, kerupuk paling renyah ialah
kerupuk udang, karena nilai σ paling kecil. Kerenyahan krupuk disebabkan karena
beberapa faktor, diantaranya sifat kerupuk itu sendiri, bahan baku kerupuk dan
pengolahan kerupuk (penggorengan, pengukusan, pengeringan, dll).
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis kerupuk yang berbeda maka
kerenyahannya juga berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Apriadi, Ardhan. 2009. Bab Elastisitas. (Online), (http://ardhanapriadi.blog.com/
2009/12/06/bab-elastisitas/, diakses 3 Mei 2014).
Giancoli. 1995. Physics
Principles with Application. New Jersey: Prentice Hall.
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Nastiti, Hanifah. 2011. Tegangan Stress dan Tegangan Strein. (Online), (http://hanifahnastiti.blogspot.com/2011/01/tegangan-stress-dan-reganganstrain.html?
=1, diakses 3 Mei 2014).
Sudiyanto, Dimas. 2013. Pupa Ulat Sutera. (Online), (http://dimassudiyanto.blogspot.com/
2013/01/pupa-ulat-sutra.html, diakses 16 Mei 2014).
TIM. 2014. Modul Praktikum Fluida. Surabaya: Prodi
Pendidikan Sains FMIPA Unesa.
LAMPIRAN
Gambar 3. Mengukur luas permukaan balok
|
Gambar
4. Kerupuk ikan sebelum dipatahkan
|
Gambar
5. Kerupuk ikan setelah dipatahkan
|
Gambar
6. Kerupuk cabai sebelum dipatahkan
|
Gambar
7. Kerupuk cabai setelah dipatahkan
|
Gambar
8. Kerupuk serai sebelum dipatahkan
|
Gambar
9. Kerupuk serai setelah dipatahkan
|
Gambar
10. Kerupuk ikan+udang sebelum dipatahkan
|
Gambar
11. Kerupuk ikan+udang setelah dipatahkan
|
Gambar
12. Kerupuk udang sebelum dipatahkan
|
Gambar
12. Kerupuk udang setelah dipatahkan
|
UJI
KERENYAHAN KERUPUK
A.
Tujuan Percobaan :
Mengetahui pengaruh jenis kerupuk terhadap kerenyahan
kerupuk.
B.
Kajian Teori :
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk dapat
mengembalikan keadaan awalnya, segera setelah gaya yang diberikan pada benda
dihilangkan. Benda elastis adalah benda yang dapat kembali ke bentuk awal,
setelah gaya yang diberikan pada benda dihilangkan. Contoh
benda elastis: karet, pegas, baja, kayu. Sebuah karet bisa putus jika
gaya tarik yang diberikan sangat besar, melawati batas elastisitasnya. Jadi
benda elastis tersebut memiliki batas elastisitas.
Regangan (strain) adalah perbandingan antara
pertambahan panjang L terhadap panjang mula-mula (Lo). Regangan dinotasikan
dengan ‘e’ dan tidak mempunyai satuan. Dirumuskan sebagai berikut : e = ΔL/Lo
Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang
berasal dari Indonesia, terbuat dari tepung tapioka (pati), dicampur dengan
bahan tambahan pangan dan dilakukan penggorengan dengan minyak sebelum
disajikan. Pati berperan dalam proses gelatinisasi dan berpengaruh terhadap
volume pengembangan yang merupakan salah satu mutu kerupuk yaitu semakin besar
volume pengembangan maka mutu kerupuk tersebut makin baik. Kerupuk mempunyai
elastisitas yang mempunyai batas elastisitas itu sendiri.
C.
Alat dan Bahan :
Alat:
1.
Neraca digital 1 buah
2.
Balok kayu 1 buah
3.
Mistar 1 buah
Bahan:
1.
Kerupuk ikan
2.
Kerupuk cabai
3.
Kerupuk serai
4.
Kerupuk ikan +
udang
5.
Kerupuk udang
D.
Langkah Kerja:
1. Merakit peralatan sesuai dengan rancangan percobaan.
2. Menimbang penyangga pada neraca.
3. Meletakkan kerupuk di atas penyangga.
4. Menekan kerupuk dan penyangga dengan alat penekan
hingga patah.
5. Mengamati massa kerupuk saat patah.
6. Mengurangi massa akhir saat kerupuk patah dengan
massa kerupuk dan massa penyangga dan mencatat perubahan massa kerupuk.
7. Mengulangi langkah tersebut untuk kerupuk lainnya
dan menghitung tegangan tiap kerupuk.
8. Mencatat hasilnya ke dalam tabel hasil pengamatan.
E.
Tabel Hasil Pengamatan :
No.
|
Jenis Kerupuk
|
M0 (M0±0,1)
gr
|
Mt (Mt±0,1)
gr
|
∆M (gr)
|
F=∆M.g (N)
|
σ = F/A (N/
m2 ) |
1.
|
Kerupuk
ikan
|
|||||
2.
|
Kerupuk
cabai
|
|||||
3.
|
Kerupuk
sereh
|
|||||
4.
|
Kerupuk
ikan + udang
|
|||||
5.
|
Kerupuk
udang
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar